Friday, October 8, 2010

“Penampakan” Julang Emas (Aceros undulatus) di Br. Dauh Siong, Desa Lumbung Kauh kec. Selemadeg Barat kab Tabanan, Bali

(Catatan Perjalanan 06 Oktober 2010)
oleh: robithotul huda

Tak pernah terfikirkan dibenak kami bahwa ada jenis burung rangkong di desa Lumbung Kauh ini. Bahkan saat kami sedang mencari kawasan hutan sebaran Julang Emas di Bali, kami tidak memetakan kawasan ini dalam target untuk di survey. Yang kami petakan dalam survey adalah kawasan-kawasan hutan yang luas seperti kawasan hutan Register Tanah Kehutanan (RTK 04 Batukahu). Selain kawasan hutan yang luas, masyarakat sekitar kawasan hutan juga menginformasikan bahwa mereka pernah menjumpai jenis burung rangkong (ngos-ngosan = orang Bali menyebutnya) tersebut beberapa tahun lampau. Namun setelah kami survey ternyata kami tidak menemukan jejaknya sama sekali.

Saat kami sedang konsentrasi dengan satwa lain, kami justru menemukan Julang Emas berada di hutan yang tidak terlalu luas dan terisolasi oleh perkebunan masyarakat. Hal ini membuat kami gembira sekaligus menampar muka kami yang telah menyatakan bahwa kemungkinan Julang Emas yang tersisa hanya terdapat di Taman Nasional Bali Barat (meski belum final).

Lokasi dan potensi

Lokasi perjumpaan ini tepatnya di titik kordinat S 08º27’14.2” E 115º59’30.7”, ketinggian + 356 mdpl. dan masuk wilayah br. Dauh Siong, desa Lumbung Kauh, kec. Selemadeg Barat, Kab. Tabanan.

Topografinya desa ini berbukit-bukit dengan kelerengan landai sampai sangat curam. Karena lokasi desa yang berada di perbukitan, maka sumber air sangat sulit didapat. Masyarakat memanfaatkan sungai yang ada di bawah bukit untuk keperluan sehari-hari sekaligus untuk irigasi ladang mereka. Sungai (tukad= istilah Bali) tersebut adalah tukad Balian dan Yeh Aya. Dua sungai ini bertemu di satu titik (campuan= istilah Bali) kemudian oleh masyarakat dibendung dan di alirkan ke pemukiman dan ke ladang-ladang yang diatur oleh subak (= pengatur saluran irigasi tradisional masyarakat Bali). Sedangkan penduduk yang tinggal diatas sungai, terpaksa lebih jauh lagi mengambil titik sumber air kedaerah lebih atas untuk dialirkan kerumah-rumah melalui pipa-pipa paralon.

Ditepi-tepi sungai ini, terdapat hutan (pepohonan alami) yang berfungsi sebagai penyangga tanah agar tidak longsor karena lerengnya yang sangat curam dan berbatu. Sedangkan di lahan selain tepi sungai, adalah ladang penduduk dengan berbagai macam tanaman. Namun yang dominan adalah pohon Kelapa, Kopi, Kakau, Pisang dan Durian.

Di sebelah desa Lumbung Kauh tepatnya di seberang sungai Yeh Aya terdapat desa Mundeh Kangin. Menurut informasi masyarakat didesa ini dulunya terdapat hutan, yang disebut sebagai hutan Anggrek atau hutan Cantel. Hutan ini masuk kedalam administrasi kepemangkuan hutan RPH Antosari. Namun hutan tersebut telah dirambah oleh sebagian masyarakat dan ditanami dengan tanaman Kopi dan tanaman lainnya. Jadi hutan yang tersisa adalah ditepi-tepi sungai tersebut.

Sangat disayangkan memang, hutan yang mempunyai ciri khas Anggreknya tersebut telah berubah menjadi ladang Kopi. Selain tanaman Anggrek yang bermacam-macam jenis (informasi masyarakat), ternyata dihutan tersebut juga merupakan habitat satwa yang sudah mulai langka (dilindungi) seperti Kijang, Macan, Harimau (?) serta Julang Emas (yang telah teramati). Julang emas sendiri merupakan satwa yang dilindungi oleh UU RI No 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Serta dalam Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.


Kondisi dan status serta penyebaran burung Julang Emas (Aceros undulatus)

Klasifikasi

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Class : Aves

Ordo : Coraciiformes

Family : Bucerotidae

Genus : Aceros

Spesies : Aceros undulatus (Shaw 1811)

Synonyms : Rhyticeros undulatus

Distribusi umum : India timur, Cina barat daya, asia tenggara, semenanjung Malaysia.

Distribusi di Indonesia : Sumatra, Kalimantan, Jawa dan Bali

Ekologi : Hutan dataran rendah dan perbukitan sampai ketingg 2000 mdpl.

Status : CITES – Apendik II

Status di Indonesia : Julang Emas dilindungi oleh pemerintah yang dituangkan dalam UU RI No 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Serta Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.

Deskripsi, morfologi dan perilaku:

Julang Emas berukuran besar (100 cm), berekor putih. Kedua jenis kelamin: punggung, sayap, dan perut hitam. Jantan: kepala krem, bulu halus kemerahan bergantung dari tengkuk, kantung leher kuning tidak berbulu dengan strip hitam khas. Betina: kepala dan leher hitam, kantung leher biru. Iris merah, paruh kuning dengan tanduk kecil kerenyut, kaki hitam. Untuk membedakan Julang Emas dengan jenis rangkong lain saat terbang adalah: ekor julang terlihat putih tanpa garis, badan dan sayap hitam, leher sampai paruh putih, terdapat kantung ditenggorokan.

Suara :

Salakan ganda seperti anjing : “ku-guk”diulang ulang, pendek, parau.

Kebiasaan :

Terbang berpasangan atau dalam kelompok kecil di atas hutan, dengan kepakan sayap yang berat sambil mencari pohon buah-buahan. Sering berbaur dengan rangkong lain di pohon yang berbuah.Burung Julang dan jenis rangkong lainnya yang hidup di hutan hujan tropis umumnya bersifat frugivorous (Kemp, 1995; Leighton, 1982; Hadiprakarsa 2001) tetapi akan mengalami sedikit perubahan komposisi makanannya ketika memasuki tahap perkembangbiakan menjadi carnivorous (Kemp, 1995; Ponswad, 1986; Leighton 1983). (diambil dari MacKinnon dkk, 1998 dan Anonim, 2004)


Saran

  1. Perlu dilakukan penghutanan kembali kawasan hutan tersebut dengan melibatkan masyarakat sekitar kawasan dan dengan cara yang bijaksana agar tidak ada konflik antara masyarakat dengan pihak pemangku hutan.
  2. Memberi penyadaran kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga kawasan hutan tersebut. Selain hutan tersebut dapat menyangga pemukiman dari bahaya longsor, banjir dsb, juga dapat menjaga ekosistem yang ada sebagai ciri khas kawasan yang tidak ternilai harganya.
  3. Menjaga semangat tradisi, kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat setempat dalam menjaga lingkunganya.

Saran ini merupakan masukan dari beberapa masyarakat Desa Lumbung Kauh yang salah satunya adalah Kepala Desa Lumbung Kauh.

Daftar Pustaka

Anonim. 2004. Pelatihan Teknik dan Survey Satwa Liar di Stasiun Penelitian dan Pelatihan Way Canguk, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Wildlife Conservation Society.

MacKinnon, J., K. Phillips., B. van Balen. 1998. Burung-burung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan. Penterjemah: W. Raharjaningtrah., A. Adikerana., P. Martodiharjo., E.K. Supardiyono., B. van Balen. Puslitbang Biologi-LIPI/BirdLife Internacional Indonesia Programme. Bogor.

http://rangkongs.co.cc/rangkong



2 comments:

  1. menarik ndan! mungkin bisa diteliti lebih lanjut kenapa dia bisa berada disitu. mungkin ada beberapa pohon vital yang mensuplay makanannya selama ini.

    ReplyDelete
  2. bgaimana dengan keberada'n pohon2 ficus dsna? konon mereka suka itu. thx info'nya

    ReplyDelete