Saturday, June 20, 2009

Gelatik Jawa (Padda oryzivora) “Berlindung di Rumah Tuhan” di Goa Srijong Tabanan, Bali

oleh: Robithotul huda, Moch syaifudin

Gelatik Jawa atau Padda oryzivora adalah sejenis burung pengicau berukuran kecil, dengan panjang lebih kurang 15cm, dari suku Estriltidae/ Ploceidae. Burung gelatik Jawa memiliki kepala hitam, pipi putih dan paruh merah yang berukuran besar. Burung dewasa mempunyai bulu berwarna abu-abu, perut berwarna coklat kemerahan, kaki merah muda dan lingkaran merah di sekitar matanya. Burung jantan dan betina serupa. Burung muda berwarna coklat. Burung ini dari namanya sudah jelas dari jawa atau endemik jawa dan di alam biasa ditemukan di hutan padang rumput, sawah dan lahan budidaya. Parasnya yang elok membuat ia cepat dikenal oleh masyarakat, bukan saja Indonesia akan tetapi sudah mendunia. Prilakunya senang berkelompok dan cepat berpindah-pindah. Pakan utama burung ini adalah bulir padi atau beras, juga biji-bijian lain, buah, dan serangga. Burung betina menetaskan antara empat sampai enam telur berwarna putih, yang dierami oleh kedua tetuanya. Spesies ini merupakan salah satu burung yang paling diminati oleh para pemelihara burung. Penangkapan liar, hilangnya habitat hutan, serta terbatasnya ruang hidup burung ini menyebabkan populasi gelatik Jawa menyusut pesat dan terancam punah di habitat aslinya dalam waktu singkat. Sekarang telah sulit untuk menemukan gelatik di persawahan atau ladang. IUCN (International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources) memberikan status rentan. Serta CITES (badan internasional yang mengatur perdagangan satwa liar) memasukkan satwa ini kedalam Apendiks II, artinya untuk mengekspor gelatik jawa tidak bisa sembarangan melainkan harus mempunyai izin dari pihak yang berwenang.

Pura Sakral menjadi pelindung yang aman dari gangguan tangan-tangan jahil
Tanggal 15 Februari 2009, aku dan Udyn mengobservasi kembali si-gelatik jawa yang berada di sekitar goa Srijong, untuk memastikan bahwa kebera
daanya tidak terusik oleh masyarakat. Goa Srijong tepatnya berada di sekitar pantai Soka-Selemadeg-Tabanan. Jarak dari kota Tabanan 24 km atau kurang lebih 30 menit perjalanan menggunakan kendaraan bermotor. Pintu Goa Srijong menghadap ke arah pantai selatan dan dihuni oleh ribuan kelelawar. Di dekat goa terdapat sebuah pura (Pura Segara sebagai sarana untuk memuja Tuhan di Bhur Loka agar alam bawah ini berdinamika secara alami sehingga dapat menjadi sumber kehidupan umat manusia di bumi ini) yang konon sudah ada jauh sebelum Dang Hyang Nirarta datang ke Bali. Dengan peralatan seadanya, binokuler dan kamera digital (pocket) kami berdua “memburunya“ melakukan pengamatan terhadap keberadaannya. Agar tidak mengganggunya kami mencari lokasi yang berjarak sekitar 10 meteran dari lokasi bersarangnya. Selain itu memang posisi tebing tempat bersarangya yang langsung mengarah ke pantai membuat kami kesulitan untuk mengamatinya. Meski kami dapat melihat dengan jelas menggunakan binokuler, namun kami tidak bisa mengambil gambar dengan jelas karena jaraknya yang tidak terjangkau oleh zoom kamera kami. Meski demikian kami cukup puas karena dapat memastikan bahwa mereka nyaman dan masih dapat bertahan disini. Di tebing pinggir pantai itulah, si cantik berpipi putih itu membuat sarang dengan memanfaatkan lubang-lubang yang ada ditebing-tebing. Satu lubang biasanya dihuni + 2-4 ekor. Burung ini tinggal disini tidak sendirian, ada tetangga (bersarang dekat dengannya) yang merupakan satu suku yaitu: bondol Jawa (Lonchura leucogastroides), bondol Peking ( Lonchura punctulata) dan bondol Haji (Lonchura maja). Keberadaan mereka yang dekat dengan pura suci umat hindu, ternyata sangat tepat untuk keamanan mereka. Penjaga pura yang bertempat tinggal didekat lokasi serta yang tak kalah penting adalah keyakinan masyarakat Bali yang kuat terhadap kesakralan pura menjadi penyelamat bagi keberadaan gelatik Jawa yang terancam punah ini.

Tuesday, June 16, 2009

Pengamatan Satwa di gunung Batukaru, Tabanan-Bali

oleh: oni purwoko basuki

Catatan ini sudah lama saya buat, yaitu tahun 2007 saat kegiatan pele
pasliaran elang Brontok (Spizaetus cirrhatus) di gunung Batukaru oleh kawan-kawan di Pusat Penyelamatan Satwa Bali dan BKSDA Bali. Hasilnya adalah catatan jenis burung dan satwa lainnya selama periode bulan Januari saat survey lokasi sampai dengan bulan Mei 2007, paska pelepasliaran dan monitoring harian burung elang Brontok. Pengamatan satwa, terutama jenis burung ini dilakukan dilokasi yang tersebar dibeberapa titik disekitar pura Batukaru, Tuka dan Mengening yang masuk desa Wongayagede kec. Penebel Tabanan, Bali.


Lokasi pengamatan merupakan daerah sungai, persawahan dan perkebunan rakyat yang ditanami oleh tanaman lokal seperti padi bali, kopi, dadap maupun coklat. Berbatasan langsung dengan hutan pelaba pura maupun hutan lindung Batukaru. Banyak jenis yang menarik dan sudah jarang ditemui ditempat lain masih terdapat disini walaupun tingkat pertemuannyapun juga hanya sesekali, seperti Meninting Besar/White-crowned Forktail (Enicurus leschenaulti), Kucica Kampung/Magpie Robin (Copsychus saularis), Delimukan Zamrud/Emerald Dove (Chalcophaps indica), dan Kehincap Ranting/Black-naped Monarch (Hypothymis azurea). Yang lebih menarik lagi adalah bahwa dari daerah sisi selatan gunung Batukaru ini kita bisa menyaksikan fenomena tahunan migrasi burung elang, baik itu saat melintas menuju kearah timur pada bulan Oktober-Nopember maupun pada saat migrasi balik pada bulan Maret-April. Dari beberapa kali pengamatan terhadap burung elang migran disini tercatat tiga jenis elang yaitu Sikep Madu Asia/Oriental Honey-buzzard (Pernis ptylorhynchus), Elang-alap Nipon/ Japanese Sparrowhawk (Accipiter gularis) dan Elang-alap Cina/Chinese Goshawk (Accipiter soloensis). Selain sebagai daerah perlintasan, kemungkinan besar juga merupakan lokasi "rustingsite" atau daerah beristirahat bagi elang yang sedang dalam migrasi, sebab dalam beberapa kesempatan dipagi maupun sore hari, perjumpaan dengan kelompok-kelompok elang migran yang terbang rendah, "soaring" terbang berputaran diatas kanopi pepohonan sering terjadi.

Ada sekitar 60 jenis burung yang bisa kita dapatkan selama pengamatan. Selain dari jenis-jenis burung, kita juga menjumpai beberapa jenis satwa lain baik dari kelompok mamalia, reptilia, serangga dan primata. Dari kelompok mamalia saya mencatat ada Musang Luwak (Paradoxurus hermaphroditus), Bajing Kelapa (Callosciurus notatus), Tupai Akar (Tupaia gliss) dan Tikus Ladang (Rattus exulans). Untuk hewan melata, ada beberapa jenis ular yang dapat ditemui yaitu Ular Tanah (Ramphotyphlops braminus), Ular Pohon (Chrysopelea paradisi), Sanca Batik (Python reticulatus), ada pula Cecak Terbang (Draco volans), Bunglon (Bronchocela jubata) dan yang paling umum dijumpai didaerah sekitar ladang adalah Kadal (Mabuya multifiscata). Disepanjang daerah sungai kecil yang banyak terdapat dilereng Batukaru, dua jenis capung banyak ditemui yaitu Orthetrum sabina dan Brachythemis contaminata serta kadang dijumpai Kupu Raja Helena (Troides helena) dan yang sekarang sudah sangat sukar dilihat adalah Lutung (Tracypitecus auratus) atau orang lokal menyebutnya "Ijah", sudah semakin jarang kelihatan karena masuk kedalam hutan. Berbeda dengan Monyet Ekor Panjang (Macaca fasicularis) yang masih sering terlihat disekitar ladang (daftar jenis satwa bisa di download disini). Melakukan pengamatan satwa di lereng Batukaru memang mengasikkan,.......