Monday, November 9, 2009

“Migrasi Paksa” sang burung Pemangsa

oleh: robithotul huda


Saat para birdwatcher (pengamat burung liar di alam) Bali menunggu untuk pengamatan migrasi raptor tahunan pada bulan September-Desember 2009, terdengar informasi dari salah satu teman di Bogor, bahwa akan ada “migrasi” perpindahan tempat raptor dan beberapa satwa lainnya yang akan segera lewat. Namun kali ini migrasinya berbeda. Raptor-raptor ini tidak bermigrasi sendiri, tidak terbang menggunakan sayapnya, mengarungi lautan lepas, melewati pinggiran pegunungan dan perbukitan. Namun mereka “bermigrasi“dari habitat aslinya menggunakan jasa angkut manusia “kurir”. Raptor–raptor ini dimasukkan kedalam kardus kecil yang telah diberi lubang sirkulasi udara agar tetap bertahan hidup.

Kontan teman-teman tersentak dan segera menyusun strategi agar tidak kehilangan moment tersebut. Kemudian teman-teman segera menghubungi pihak yang berwenang yaitu Balai Konservasi Sumberdaya Alam Bali, agar segera melakukan investigasi dan menangkap para penyelenggara jasa pengantar satwa-satwa tersebut.

Menurut pengakuan kurir-kurir, satwa-satwa diambil dan dibawa dari daerah Jawa Timur (Lumajang dan sekitarnya) dan kemudian menyebrang selat Bali menggunakan jasa angkut fery. Dan dari pelabuhan Gilimanuk ke terminal Ubung menggunakan bus. Dari terminal Ubung ke rumah yang dijadikan kos sementara di jl Pulau Adi (Denpasar) menggunakan angkot (angkutan kota).



Satwa-satwa ini merupakan pesanan dari seorang warga Negara Jepang yang rencananya akan dikirim ke Jepang melalui bandara Ngurah Rai, Bali pada hari Jum’at, tanggal 2 Oktober 2009 menggunakan pesawat dengan keberangkatan malam hari. Namun sebelum keberangkatan, yaitu pada pagi hari, para kurir telah ditangkap oleh Polisi Khusus Kehutanan (SPORC) beserta barang bukti (satwa-satwa, dan beberapa paralon yang telah dilubangi sampingnya untuk packing satwa). Kemudian pada malam harinya, dilakukan pengembangan, dengan memanfaatkan kurir dan barang buktinya ke bandara Ngurah Rai untuk menjebak orang Jepang yang telah memesan satwa-satwa tersebut. Dan sekitar pkl. 23.00 wita, orang Jepang tersebut akhirnya tertangkap dan diamankan ke kantor Balai Konservasi Sumberdaya Alam Bali.

Kemudian satwa-satwa tersebut dibawa ke Pusat Penyelamatan Satwa Bali yang berada di kota Tabanan. Satwa-satwa tersebut adalah:

1. 1 ekor berang-berang pantai ( Lutra-lutra)

2. 1 ekor burung hantu beluk jampuk (Bubo sumatranus)

3. 2 ekor burung hantu seloputo (Srtix seloputo)

4. 1 ekor elang jawa (Spizaetus bartelsi)

5. 3 ekor elang brontok anakan (Spizaetus cirrhatus)

6. 3 ekor alap-alap sapi anakan (Falco moluccensis)

7. 3 ekor anakan elang yang belum teridentifikasi

Sebagian besar satwa-satwa tersebut saat di bawa ke Pusat Penyelematan Satwa Bali kondisinya sangat jelek, kritis. Dan bahkan sudah tidak sanggup bergerak. Kemungkinan untuk bertahan hidupnya sangat tipis.

Menurut informasi yang didapat, penyelundupan satwa dengan modus yang sama telah beberapa kali dilakukan dengan tujuan negara yang berbeda-beda. Sangat disayangkan jika penyelundupan satwa ini terus terjadi, populasi satwa (terutama yang dilindungi) di habitat aslinya akan semakin berkurang dan lama kelamaan akan punah. Untuk itu semua lapisan masyarakat harus bahu-membahu menjaga agar tidak melakukan eksploitasi satwa di alam demi menjaga kelestariannya. Dan dinas terkait (BKSDA) serta para penegak hukum harus tegas dalam menindak perbuatan seperti ini agar tidak ada lagi Japanese-Japanese ataupun orang dari negeri lain serta orang Indonesia sendiri yang bertindak seperti ini.