Pulau Serangan merupakan pulau kecil yang dipisahkan oleh selat kecil di Pulau Bali. Namun sejak beberapa tahun lalu pulau ini dihubungkan oleh jembatan antar pulau. Bahkan bukan hanya jembatan saja, namun pulau serangan juga telah di perluas menjadi tiga kali lipat dari aslinya. Yang semula sekitar 112 hektar menjadi 481 hektar.
Secara administratif, pulau berpenduduk sekitar 3.821 jiwa (732 keluarga) ini terletak di Kecamatan Denpasar Selatan, Kotamadya Denpasar, Propinsi Bali. Desa Serangan terdiri dari enam banjar dan satu kampung, yaitu Banjar Ponjok, Kaja, Tengah, Kawan, Peken, Dukuh, dan Kampung Bugismeski berada di Pulau Bali, Pulau serangan tidak hanya di huni oleh pemeluk agama Hindu, namun ada juga yang beragama Islam dan kebanyakan orang Bugis yang telah menetap di Pulau Bali sejak abad ke-17an.
Masyarakat pulau ini hampir 85 % awalnya bekerja sebagai petani dan nelayan. Namun setelah adanya reklamasi sekitar tahun 90-an oleh PT BTID (Bali Turtle Island Developmend), kini masyarakatnya lebih banyak bergantung pada industri pariwisata yang telah merata di Bali.
Pembangunan oleh PT BTID di pulau Serangan sebenarnya menjadi polemik (konflik) di masyarakat. Banyak kalangan yang tidak setuju dengan adanya mega proyek tersebut meskipun PT BTID telah mengantongi ijin AMDAL dari pemerintah, dengan berbagai pertimbangan antaralain; perusakan lingkungan, dampak social budaya dan ekonomi namun ada juga yang menyetujinya hingga akhirnya mega proyek ini berjalan dari tahun 90-an namun terhenti akibat adanya krisis moneter sekitar tahun 1998. meski berbagi upaya telah dilakukan namun proyek ini tetap tidak berjalan dan hingga kini “lahan konflik” ini kosong.
Keanekaraagaman jenis burung yang ditemukan di Pulau Serangan
Kawasan hutan mangrove yang merupakan bagian dari proyek PT BTID yang terbengkelai di Pulau Serangan menjadi nilai tersendiri bagi teman-teman pecinta pengamatan burung di alam. Hal ini dikarenakan lokasi tersebut di huni oleh berbagai jenis burung, baik burung air maupun darat. Disana juga sering diadakan lomba pengamatan burung oleh perguruan tinggi Negri di Bali.
Beberapa kali aku dan kawan-kawan melakukan pengamatan disana. Rasanya tak pernah bosan-bosan untuk kembali lagi. Meskipun panas mentari dan kencangnya angin pantai membuat kering kulit kami. Adapun jenis burung yang ditemukan dan teridentifikasi dari tanggal 25 Mei hingga 7 Juni 2009 (4 kali pengamatan) sebanyak107 jenis, dan paling banyak merupakan keluarga burung air, kurang lebih 66 jenis burung perancah dari suku Charadriidae (Trulek dan Cerek), suku Scolopacidae (Trinil-trinilan) dan suku Ardeidae (Cangak). Catatan data burung ini belum semuanya karena dari beberapa catatan terdahulu kami belum berhasil menemukannya lagi dalam 4 kali pengamatan terakhir ini.....
Catatan hasil pengamatan (daftar jenis) burung di Pulau Serangan secara lengkap adalah:
Ini adalah skripsi saya tahun 2003 kemaren yang data-datanya diambil tahun 2002 di kawasan hutan lindung Tahura R Soeryo, Jawa Timur. Mungkin ini sudah terlalu lama dan datanya mungkin sudah banyak berubah dan tidak sesuai lagi dengan kondisi sekarang ini. Namun bisalah untuk dipakai bahan bacaan, daripada tidak bermanfaat dan hilang begitu saja.
Terima kasih untuk kawan-kawan lain yang mengijinkan kami untuk meng upload hasil skripsi, penelitian maupun coretan-coretan lainnya di blog ini, nanti secara bertahap akan saya upload satu persatu, Thanks bro..................smoga bermanfaat bagi kita semua.
INTISARI
Telah dilakukan penelitian mengenai keanekaragaman jenis burung di kawasan hutan lindung Taman Hutan Raya Raden Soeryo pada tanggal 20Juli 2002 sampai dengan tanggal 31 Agustus 2002. Untuk memperoleh data keanekaragaman jenis burung digunakan metode penjelajahandikombinasikan dengan metode kurva keanekaragaman jenis dari MacKinnon (1998).
Terdapat 50 jenis termasuk dalam 22 suku burung diketemukan di hutan lindung Taman Hutan Raya Raden Soeryo. Jenis burung yang banyak diketemukan adalah tipe burung pemakan serangga seperti burung Sikatan dan Mungguk Loreng. Diketemukanlima jenis burung yang merupakan endemik Jawa dan 14 jenis dilindungi oleh Peraturan Pemerintah no 7 tahun 1999.
Jenis tumbuhan yang ada merupakan campuran (heterogen) kecuali di Gunung Anjasmoro dan Gunung Biru. Jenis pohon yang banyak terdapat adalah Pasang (Quercus sundaica Bl.), Cemara Gunung (Casuarina junghuhniana Miq.), Sembung (Vernonia arborea Ham.), Tutup (Macaranga tanarius Muell.Arg.), Nangkan (Horsfieldia glabra Warr.), Anggrung (Trema orientale Bl.), Jambulir (Eugenia densiflora Duthie.) dan Jaranan (Crataeva nurvala Ham.). Interaksi antara burung dengan vegetasi yang ada adalah penyedia sumber makanan baik itu berupa buah maupun biji-bijian, tenggeran maupun pohon tempat tidur. Kondisi hutan di daerah hutan lindung sudah mulai mendapat ancaman yang serius, terutama akibat dari konversi lahan hutan menjadi lahan pertanian dan industri di sekitar Gunung Anjasmoro, pengambilan hasil hutan berupa kayu, rotan maupun perburuan satwa di daerah Lemah Bang oleh masyarakat sekitar.
Penelitian di Tahura R Soeryo, Jawa Timur ini berjalan bersamaan dengan explorasi pertama oleh Pro Fauna dan Pusat Penyelamatan Satwa Petungsewu, Malang yang sedang mencari lokasi untuk pelepasliaran untuk beberapa jenis satwa yang direhabilitasi disana. Diawali dengan proses pembentukan tim explorasi dan pelatihan bertahap selama beberapa minggu yang dilakukan baik didalam ruangan maupun langsung praktek dilapangan. Pelatihan dalam ruangan mencakup materi-materi tentang penelitian dan data-data apa saja yang nantinya akan diambil dilakukan di PPS Petungsewu, sedangkan praktek lapangan dilakukan di kawasan Cangar, Batu Malang dengan pendampingan langsung oleh Iwan Kurniawan dan Asep R Purnama dari pps dan mbah Djumadi "Gareng" masyarakat lokal yang paham akan wilayah disekitar tahura. Materi lapangan berupa praktek membaca peta kompas, analisa vegetasi, pengenalan terhadap jenis satwa dan tumbuhan serta survival.
Kawan-kawan yang berada dalam satu tim eksplorasi adalah:
Sri Nugroho "Jawir", Yuni Haryati, Aris Hidayat, Eva Nurma, Henny Lita, Agung Nugroho, Tri Anton Wijanarko, pak Syamsul "Bogang" dan Triyatno.