Gelatik Jawa atau Padda oryzivora adalah sejenis burung pengicau berukuran kecil, dengan panjang lebih kurang 15cm, dari suku Estriltidae/ Ploceidae. Burung gelatik Jawa memiliki kepala hitam, pipi putih dan paruh merah yang berukuran besar. Burung dewasa mempunyai bulu berwarna abu-abu, perut berwarna coklat kemerahan, kaki merah muda dan lingkaran merah di sekitar matanya. Burung jantan dan betina serupa. Burung muda berwarna coklat. Burung ini dari namanya sudah jelas dari jawa atau endemik jawa dan di alam biasa ditemukan di hutan padang rumput, sawah dan lahan budidaya. Parasnya yang elok membuat ia cepat dikenal oleh masyarakat, bukan saja Indonesia akan tetapi sudah mendunia. Prilakunya senang berkelompok dan cepat berpindah-pindah. Pakan utama burung ini adalah bulir padi atau beras, juga biji-bijian lain, buah, dan serangga. Burung betina menetaskan antara empat sampai enam telur berwarna putih, yang dierami oleh kedua tetuanya. Spesies ini merupakan salah satu burung yang paling diminati oleh para pemelihara burung. Penangkapan liar, hilangnya habitat hutan, serta terbatasnya ruang hidup burung ini menyebabkan populasi gelatik Jawa menyusut pesat dan terancam punah di habitat aslinya dalam waktu singkat. Sekarang telah sulit untuk menemukan gelatik di persawahan atau ladang. IUCN (International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources) memberikan status rentan. Serta CITES (badan internasional yang mengatur perdagangan satwa liar) memasukkan satwa ini kedalam Apendiks II, artinya untuk mengekspor gelatik jawa tidak bisa sembarangan melainkan harus mempunyai izin dari pihak yang berwenang.
Pura Sakral menjadi pelindung yang aman dari gangguan tangan-tangan jahil
Tanggal 15 Februari 2009, aku dan Udyn mengobservasi kembali si-gelatik jawa yang berada di sekitar goa Srijong, untuk memastikan bahwa keberadaanya tidak terusik oleh masyarakat. Goa Srijong tepatnya berada di sekitar pantai Soka-Selemadeg-Tabanan. Jarak dari kota Tabanan 24 km atau kurang lebih 30 menit perjalanan menggunakan kendaraan bermotor. Pintu Goa Srijong menghadap ke arah pantai selatan dan dihuni oleh ribuan kelelawar. Di dekat goa terdapat sebuah pura (Pura Segara sebagai sarana untuk memuja Tuhan di Bhur Loka agar alam bawah ini berdinamika secara alami sehingga dapat menjadi sumber kehidupan umat manusia di bumi ini) yang konon sudah ada jauh sebelum Dang Hyang Nirarta datang ke Bali. Dengan peralatan seadanya, binokuler dan kamera digital (pocket) kami berdua “memburunya“ melakukan pengamatan terhadap keberadaannya. Agar tidak mengganggunya kami mencari lokasi yang berjarak sekitar 10 meteran dari lokasi bersarangnya. Selain itu memang posisi tebing tempat bersarangya yang langsung mengarah ke pantai membuat kami kesulitan untuk mengamatinya. Meski kami dapat melihat dengan jelas menggunakan binokuler, namun kami tidak bisa mengambil gambar dengan jelas karena jaraknya yang tidak terjangkau oleh zoom kamera kami. Meski demikian kami cukup puas karena dapat memastikan bahwa mereka nyaman dan masih dapat bertahan disini. Di tebing pinggir pantai itulah, si cantik berpipi putih itu membuat sarang dengan memanfaatkan lubang-lubang yang ada ditebing-tebing. Satu lubang biasanya dihuni + 2-4 ekor. Burung ini tinggal disini tidak sendirian, ada tetangga (bersarang dekat dengannya) yang merupakan satu suku yaitu: bondol Jawa (Lonchura leucogastroides), bondol Peking ( Lonchura punctulata) dan bondol Haji (Lonchura maja). Keberadaan mereka yang dekat dengan pura suci umat hindu, ternyata sangat tepat untuk keamanan mereka. Penjaga pura yang bertempat tinggal didekat lokasi serta yang tak kalah penting adalah keyakinan masyarakat Bali yang kuat terhadap kesakralan pura menjadi penyelamat bagi keberadaan gelatik Jawa yang terancam punah ini.
Pura Sakral menjadi pelindung yang aman dari gangguan tangan-tangan jahil
Tanggal 15 Februari 2009, aku dan Udyn mengobservasi kembali si-gelatik jawa yang berada di sekitar goa Srijong, untuk memastikan bahwa keberadaanya tidak terusik oleh masyarakat. Goa Srijong tepatnya berada di sekitar pantai Soka-Selemadeg-Tabanan. Jarak dari kota Tabanan 24 km atau kurang lebih 30 menit perjalanan menggunakan kendaraan bermotor. Pintu Goa Srijong menghadap ke arah pantai selatan dan dihuni oleh ribuan kelelawar. Di dekat goa terdapat sebuah pura (Pura Segara sebagai sarana untuk memuja Tuhan di Bhur Loka agar alam bawah ini berdinamika secara alami sehingga dapat menjadi sumber kehidupan umat manusia di bumi ini) yang konon sudah ada jauh sebelum Dang Hyang Nirarta datang ke Bali. Dengan peralatan seadanya, binokuler dan kamera digital (pocket) kami berdua “memburunya“ melakukan pengamatan terhadap keberadaannya. Agar tidak mengganggunya kami mencari lokasi yang berjarak sekitar 10 meteran dari lokasi bersarangnya. Selain itu memang posisi tebing tempat bersarangya yang langsung mengarah ke pantai membuat kami kesulitan untuk mengamatinya. Meski kami dapat melihat dengan jelas menggunakan binokuler, namun kami tidak bisa mengambil gambar dengan jelas karena jaraknya yang tidak terjangkau oleh zoom kamera kami. Meski demikian kami cukup puas karena dapat memastikan bahwa mereka nyaman dan masih dapat bertahan disini. Di tebing pinggir pantai itulah, si cantik berpipi putih itu membuat sarang dengan memanfaatkan lubang-lubang yang ada ditebing-tebing. Satu lubang biasanya dihuni + 2-4 ekor. Burung ini tinggal disini tidak sendirian, ada tetangga (bersarang dekat dengannya) yang merupakan satu suku yaitu: bondol Jawa (Lonchura leucogastroides), bondol Peking ( Lonchura punctulata) dan bondol Haji (Lonchura maja). Keberadaan mereka yang dekat dengan pura suci umat hindu, ternyata sangat tepat untuk keamanan mereka. Penjaga pura yang bertempat tinggal didekat lokasi serta yang tak kalah penting adalah keyakinan masyarakat Bali yang kuat terhadap kesakralan pura menjadi penyelamat bagi keberadaan gelatik Jawa yang terancam punah ini.