Saturday, August 28, 2010

Distribusi dan Aktivitas Kakatua Kecil Jambul Kuning (Cacatua sulphurea citrinocristata Fraser, 1844) di TN Manupeu Tanadaru, Kab. Sumba-NTT

skripsi untuk memenuhi tugas akhir mencapai derajat Sarjana S-1
Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana, Bali 2006
oleh: Welhelmina Yuliana Galla, S.Si

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi dan aktivitas Kakatua kecil jambul kuning (Cacatua sulphurea citrinocristata) di Taman Nasional Manupeu Tanadaru, Kabupaten Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur. Penelitian ini telah dilakukan di 4 desa yaitu Manurara, Waimanu, Umbu Langngang dan Kondamaloba dari tanggal 18 Mei sampai 20 Agustus 2005.

Untuk mengetahui lokasi distribusi Cacatua sulphurea citrinocristata digunakan metode wawancara semi terstruktur di setiap desa. Berdasarkan hasil wawancara dan survei lapangan kemudian dilakukan pengumpulan data. Pengumpulan data jumlah burung dilakukan dengan menggunakan metode titik hitung serta pengumpulan data aktivitas dan interaksi dilakukan dengan metode Ad Libitum Sampling. Data distribusi maupun data aktivitas Cacatua sulphurea citrinocristata dianalisa secara deskriptif.

Berdasarkan hasil penelitian, Cacatua sulphurea citrinocristata hanya dijumpai di desa Manurara (25 ekor), Waimanu (21 ekor) dan Umbu Langngang (11 ekor), sedangkan di Kondamaloba tidak dijumpai adanya burung ini. Aktivitas Cacatua sulphurea citrinocristata yang dapat teramati adalah aktivitas flying, perching, preening, agonistik, foraging dan reproduksi. Selain aktivitas-aktivitas tersebut ditemukan juga adanya interaksi interspesifik dan interaksi intraspesifik.


Kata kunci : Cacatua sulphurea citrinocristata, Distribusi, Aktivitas, Taman Nasional Manupeu Tanadaru



Download 29 Mb, .....thank ijin sharenya ya jeng Neni.....suksme so much...

Sunday, August 22, 2010

SANG "GHOIB" YANG AKHIRNYA MENAMPAKKAN DIRI


Oleh: Andry X-san


Ramadhan ke-11….,

Bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh barokah. Dan semoga aja barokah itu menular pada pengamatan saya hari ini. Heheheheee…., paling tidak itu lah sepenggal doa yang saya panjatkan saat memulai pengamatan hari ini.

Dan ternyata benar…


Entah mimpi apa saya semalam sehingga saya berhasil mempersempit jarak yang selama ini terlalu lebar untuk saya gapai. Singkat kata sosoknya menurut saya sangat misterius. Saya sendiri sampai lupa ini kali ke berapa mahkluk tersebut terpantau saat pengamatan, namun selama itu pula belum satu foto pun yang layak untuk dijadikan bukti bahwa “Si Ghoib” ini memang benar-benar ada. Saya pun acap kali enggan saat menyebut namanya sebagai mahkluk asli yang ber-KTP dan ber-stempel resident pulau Serangan. Ini lantaran foto-foto yang nyangkut di kamera saya semuanya tidak layak tayang (ini bukan karena fotonya seronok sehingga ga’ lulus Badan Sensor Film lho yaa.., melainkan karena foto2nya buram). Yaaah…, maklum di mana-mana yang namanya KTP-kan musti dilengkapi ama foto…, iya khan?! Kalo ga’ ada fotonya ya ga bisa mbuat KTP alias belum terdaftar menjadi penduduk resmi suatu daerah…, bener tidak?!

Akhirnya setelah puluhan peluh bercucuran dan sesaat sebelum baterai kamera saya lowbet, dia pun menampakkan wujud nyatanya. Dan untuk pertama kalinya, kamera saya berhasil membidik tepat ke arahnya. Puluhan megapixel pun tersita hanya untuk mengabadikan moment-moment manis yang selama ini jarang saya jumpai. Ini lah dia Si Ghoib, Sang Mistery guest kita kali ini: Realy Wili-Tiny,Winny,Bitty, hihihihiiiiii…(^_*)


= Wili-wili Besar (Burhinus giganteus) atau nama kerennya Beach Thick-knee =


Berukuran besar dengan paruh hitam kekar. Pada pangkal paruhnya terdapat warna kuning. Iris kuning dan beralis putih. Tubuh bagian atas coklat abu-abu sedangkan sayapnya terdapat garis putih. Dada berwarna abu-abu dan kaki kuning. Spesies ini tersebar di seluruh Indonesia (MacKinnon dkk., 1992).

Namun ada yang anehnya sepanjang saya menggamati keberadaan spesies ini. Saya selalu menjumpai 1 sampai 2 ekor Wili-wili dan jumlahnya pun tidak bertambah setiap tahunnya. Ya ini-ini aja… Tapi terlepas dari itu semua, saya merasa senang karena kini bertambah lagi koleksi foto-foto saya. Dan yang paling penting sekarang saya bisa membuatkan KTP buat Wili-wili besar agar dia bisa bebas tinggal di habitatnya tanpa harus kejar-kejaran dengan para Pecalang (semacam HANSIP kalo di daerah lain red.) seperti saya gara-gara ga’ pernah punya KTP Bali. Heheheheheheeee…..

Oiya... terus saran buat Bang MacKinnon, di halaman gambar udah bisa ditambah tuh kode penyebaran Wili-wili Besar menjadi SKJ(B). Matur Suksma...



















SAHABATKU..., DUTA BESAR VICTORIA

Oleh: Andry X-san


Tepat tanggal 8 Agustus 2010, Kedidi leher merah (Cilidris ruficollis) teramati di Pulau Serangan.

Eeeiiiittss…., tunggu dulu, pada mulanya saya berfikir ini hanya lah kedidi leher merah biasa yang sama dengan jenis kedidi pada pengamatan sebelumnya. Maklum.., di Pulau Serangan ini Kedidi leher merah memang sangat mudah kita jumpai. Tapi setelah beberapa kali membidiknya lewat binokuler, saya menjadi sangat tertarik. Pelan-pelan saya ambil kamera, sambil setengah ngesot saya maju lalu.. jprat..jpret…, maju sambil ngesot lagi..., jprat..jpret!!! hehehehee…, maklum kamera saya cuma sebatas kamera semipro yang hanya punya 24 kali optical zoom so…, musti harus lebih berkerja ektra keras untuk mendapatkan gambar yang bagus. Dan akhirnya setelah hampir 300 meter dari tempat saya start ngesot tadi, saya berhenti. Sambil setengah terengah-engah…, saya mulai mengidentifikasi foto-foto yang telah saya dapatkan. Ternyata benar dugaan saya, kali ini Kedidi-nya laen dari pada yang laen (alias special).


…………. Ada yang beda di kakinya …………


Lebih tepatnya di bagian tarsus atas, kaki sebelah kanan melingkar satu bendera berwarna Orange. Menurut daftar acuan lokasi penggunaan warna bendera untuk Jalur Terbang Asia Timur–Australasia dalam buku Panduan Burung Pantai-nya Howes dkk., burung pemilik bendera orange ini berasal dari Victoria, salah satu Negara bagian di benua Australia.

“Wow….!!! Ga’ nyangka, hari ini saya telah berjumpa dengan “Duta Besar” sahabat kita dari Negara Australia

Ini benar-benar pengalaman pertama se-umur hidup saya menjumpai burung pantai yang ber-flag. Bayangkan saja.., dari puluhan kedidi leher merah yang bercampur dengan koloni cerek jawa (Charadrius alexandrinus), koloni biru laut ekor blorok (Limosa lapponica) dan koloni trinil sp. hanya terdapat satu ekor kedidi leher merah yang kakinya ber-flag. Mahkluk yang berasal dari belahan benua lain (yang tanahnya pun belum sempat saya pijak), mahkluk yang telah menempuh ribuan kilo meter (dan entah puluhan barier apa lagi yang dia lewati hingga sampai di daratan ini), kini bertemu dengan saya di sini. Lewat optic binokuler ini, lewat megapixel foto yang tertangkap kamera saya, saat ini kami saling bertatapan. Sungguh Allah maha Kuasa atas segala yang Dia kehendaki…, kun faya kun..!!!

Dan selanjutnya pasti bisa ditebak…., dari satu skema keterkejutan dan rasa syukur yang tak berperi, saya kini beranjak ke fase selanjutnya: Bertanya. Kenapa kedidi dari Victoria ini bisa sampai nyasar ke Pulau Serangan? Kalo’ pun burung ini burung migran lalu kemana kah teman-temannya yang laen? Apakah ini berkaitan dengan fenomena anomali cuaca yang terjadi di Australia? Coz by de way…, gara-gara anomali cuaca tersebut, sepanjang tahun 2010 Australia telah diterjang rentetan badai yang sepertinya tak kunjung reda. Mulai dari badai Monsun Australi (Jan’10), badai Zheng Jie (Akhir Jan-Feb’10), badai Ului (Maret’10) dan yang terakhir adalah badai Agatha (pertengahan Maret-April’10). Apakah faktor tersebut ikut memicu terjadinya pergeseran waktu migrasi burung-burung pantai?

Huuuff…, entah lah kawan…., rasanya tak mampu akal ini menerjemahkan semua takdir dan kehendak Illahi yang saya temui hari ini. Memasrahkan sepenuhnya kepada kearifanNya, mungkin adalah jalan yang terbaik. Karena sesungguhya, dalam kosmologi hidup ini ada yang namanya gelombang, vibrasi, getaran, atau resonansi kalam Illahi yang disana bersemayam tanda-tanda kebesaranNya.

Hu Allah hu a’lam, hanya Allah-lah yang mengetahui pasti apa yang sebenarnya terjadi.


…………. And last but not least …………

Ijinkan saya mencamtumkan sebait tanda terima kasih saya untuk Zat yang kekal, yang memiliki kuasa Mutlak atas saya karena tanpa ijin Kasyiful hijab -Nya, hari ini rasanya saya tidak akan mungkin berjumpa dengan “Sahabat dari Victoria” ini.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Berulang kali ku kunjungi tempat ini, namun bersamanya pula menjadi berubah cara berjalanku serta menjelma baru mata-pandangku.

Kuajukan kepada-Mu ribuan pertanyaan seperti Ibrahim menggalah jutaan bintang. (betapa bodohnya hamba ini)

Ilahi robbi…, akulah yang fakir dalam kekayaanku, bagaimana mungkin aku tidak menjadi fakir dalam kefakiranku.

Ya Rahman, Ya Rahim…, akulah yang bodoh dalam ilmuku, bagaimana mungkin aku tidak menjadi orang yang bodoh dalam kebodohanku.

Ya Malik, Ya Quddus, Ya Salam…, akulah yang kecil, yang engkau didik. akulah yang bodoh, yang engkau ajari.

Ya 'Azis, Ya Jabbar, Ya Mutakabbir…, bahkan berjuta samudera ilmu-Mu hanya mampu aku ambil setetes, itu pun belum cukup jernih aku menatapi dan menghirupnya.

Dan kini dengan ijin-Mu perkenankan hamba meminjam secuil rahasia tanda–tanda kebesaran-Mu.

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------




"Dan apakah mereka tidak memperhatikan burung-burung yang mengembangkan dan mengatupkan sayapnya di atas mereka? Tidak ada yang menahannya (di udara) selain Yang Maha Pemurah. Sesungguhnya Dia Maha Melihat segala sesuatu." (Q.S. Al-Mulk: 19).






Tuesday, August 17, 2010

Barang kali hanya ini yang kita rindukan….,

0leh: Andry Khusnul Ichsan
Pagi itu 3 Juli 2010, sinar mentari menembus kisi-kisi jendela kamarku….,

Dengan mata mengerjap setengah sadar, ku pandangi jam tanganku dan…., wuuiiikk ternyata udah pukul 7 kurang 15 menit. Pada hal tubuh ini masih serasa melayang-layang, kayaknya rohku masih belum sepenuhnya masuk ke dalam raga ini. Biasalah Early Morning Syndrom. Hari ini rencananya mau birdwatching bareng temen-temen seperjuangan. Segera ku bergegas packing. Seperti biasa, ku tenteng pusaka turun-temurun Si Jadul Olympus kaliber 8x42 dan tentunya tak ketinggalan senjata ampuh kesayanganku Nikon P90, kamera SemiPro ber-moncong panjang dilengkapi 12,1 Megapixels dan 24x Optical Zoom, hmmm.…, rasanya aman jika mereka berada di sisiku. Karena selama ini mereka berdua lah yang selalu setia menemaniku kapan dan dimana saja aku melakukan birdwatching.

Tak selang lama, setelah semuanya beres, saya pun langsung berangkat, tentu saja tanpa ritual bilas badanlaaah… Karena konon katanya, burung akan sangat peka dengan bau wangi sabun mandi atau parfum yang menempel di tubuh kita. Jadi biarlah bau badan ini menyatu dengan alam. Karena filosofinya: di sanalah kelak kita akan kembali, benar bukan?! Dari tanah dan akan kembali ke tanah.

Pengamatan kali ini difokuskan di Pulau Serangan. Daerah selatan Bali yang merupakan hasil dari reklamasi pantai. Hanya butuh waktu kurang lebih 30 menit dari pusat kota untuk mencapai pulau tersebut. Memang tidak tersedia sarana transportasi umum untuk mencapai tempat ini. Semuanya harus ditempuh dengan menggunakan kendaraan pribadi baik motor atau pun mobil. Tapi jangan khawatir kawan, akses masuk ke daerah ini sangat mudah koq, paling-paling kita hanya membayar retribusi sebesar seribu rupiah untuk bisa memasuki daerah Serangan.

Bagi kami Serangan adalah suarganya burung air. Jika kawan-kawan ingin mengamati burung air di Bali, saya sarankan inilah tempat yang cocok. Dijamin 100% anda akan berada pada titik klimaks kepuasan tiada tara (huahahahaha.....mrgreen).

Sesampainya ditempat kita janjian, ehh…, ternyata malah saya yang duluan nyampek. Terus yang laen mana??? Mungkin masih molor gara-gara begadang nonton pertandingan WorldCup Brazil VS Belanda dini hari tadi. Skor akhir 2-1 untuk Belanda. Kali ini Tim Orange sedang berkibar. Gol Snijder mebuat tim Samba bungkam seribu bahasa. Yaahh.., selamat bertemu dengan Spanyol di Final. Singkat cerita akhirnya ku putuskan untuk meneruskan perjalananku menembus belantara Serangan, kali ini lebih dalam lagi….

Ku parkir sepeda motorku, setapak demi setapak, pelan-pelan ku jejakkan kaki di tanah lembek bekas guyuran hujan tadi malam. Tak selang lama, saya pun disambut dengan lengkingan suara Dara Laut kecil (Sterna albifrons) yang terbang seolah memamerkan tarian selamat datang (kayak pejabat aja pake disambut dengan tarian selamat datang. jadi ga’ enak nich, hehehehe…). Perlahan ku lanyangkan pandangku di hamparan padang yang luas ini. Ku lihat di sana berjajar rapi mulai dari Gagang bayam Timur (Himantopus leucocephalus), Itik Benjut (Anas gibberifrons), Kuntul Kecil (Egretta garzetta), Kuntul Perak (Egretta intermedia), Blekok Sawah (Ardeola speciosa) dan masih banyak lagi yang laennya. Mereka membentuk koloni-koloni kecil. Spontan saja…, perasaan takjup mengalir deras bersama butiran hemoglobin dalam darahku. Bersirkulasi, silih berganti, saling berpacu berdesakkan masuk ke serambi dan bilik jantung ini. Sampai-sampai pembuluh vena dan arteriku sesak oleh keberadaan mereka. Satu helaan napas panjang saya hembuskan bersama ucap syukur yang tak terkira. Mereka masih aman saat ini…., pikirku. Karena kalo mengingat isu santer tentang rencana pembangunan Hotel Apung ditempat ini, hati saya serasa ngilu…. Rasanya ga habis pikir, kemana mata dan otak para developer goblok itu sampai tidak tahu hal sepele seperti ini. ‘Mbangun sana-‘mbangun sini, ga’ ada habisnya. Ga’ tau apa kalo tempat ini surganya para burung?! Atau jangan-jangan, dulu saat pembagian otak di khayangan mereka pada absen yaa?? Kasihan benerrrr….

Tiba-tiba kuterbangun dari liar alam khayalku, ku dengar bunyi sepeda motor berhenti. Ternyata A’Deni baru datang, lalu disusul ama mas Udhyn sekeluarga, mas Huda sekeluarga dan terakhir mas Fatur sekeluarga. Hahaaa…., sekarang lengkap sudah personilnya. It’s the great time to Birdwatching bro!!!

Pasang mata elang, pelan-mengendap, bidik kanan-bidik kiri, waspada pergerakkan dari atas dan di bawah. Walupun banyak duri dan taek sapi, kami tak peduli. Terus mengamati indahnya mereka di habitat liarnya. Terik matahari pun kian menyengat kulit kami. Ribuan peluh merembes dari pori-pori. Saat itu saya lihat matahari berada tepat di atas kepala kami. Dan tak terasa pula lembar demi lembar catatan kami telah terisi penuh. Puluhan daftar burung telah ter-record sudah.

Burung-burung tersebut antara lain seperti :

  1. Gagang bayam Timur (Himantopus leucocephalus)
  2. Itik Benjut (Anas gebberifrons)
  3. Kuntul Kecil (Egretta garzetta)
  4. Kuntul Perak (Egretta intermedia)
  5. Blekok Sawah (Ardeola speciosa)
  6. Pecuk Padi Belang (Phalacrocorax melanoleucos)
  7. Cikalang Christmas (Fregata andrewsi)
  8. Gemak Loreng (Turnix susciator)
  9. Kareo Padi (Amaurornis phoenicurus)
  10. Cerek Tilil (Charadrius alexandrines)
  11. Gajahan Pengala (Numenius phaeopus)
  12. Trinil Pembalik Batu (Arenaria interpres)
  13. Kedidi Leher Merah (Calidris ruficollis)
  14. Kedidi Putih (Calidris alba)
  15. Dara Laut Sayap Putih (Chlidonias leucopterus)
  16. Dara Laut Kecil (Sterna albifrons)
  17. Punai Gading (Treron vernans)
  18. Tekukur Biasa (Streptopelia chinensis)
  19. Perkutut Loreng (Geopelia maugei)
  20. Raja Udang Biru (Alcedo coerulescens)
  21. Cekakak Sungai (Todirhampus chloris)
  22. Kirik-kirik Laut (Merops philippinus)
  23. Layang-layang Rumah (Delichon dasypus)
  24. Merbah Cerucuk (Pycnonotus goiavier)
  25. Cucak Kutilang (Pynonotus aurigaster)
  26. Srigunting Kelabu (Dicrurus macrocercus)
  27. Remetuk Laut (Gerygone sulphurea)
  28. Cinenen Jawa (Orthotomus sepium)
  29. Prenjak Jawa (Prinia familiaris)
  30. Kipasan Belang (Riphidura javanica)
  31. Bentet Loreng (Lonius tigrinus)
  32. Kerak Kerbau (Achridotheres tristis)
  33. Burung Madu Sriganti (Nectarinia jugularis)
  34. Bondol Peking (Lonchura punctulata)
  35. Bondol Haji (Lonchura maja)
  36. Gajahan Timur (Numenius madagascarensis)
  37. Wili-wili Besar (Burhinus giganteus)

Dari sekian species yang teramati, saya sangat terkesan dengan keberadaan Perkutut Loreng (Geopelia maugei). Species ini menarik untuk dibahas karena sebenarnya burung ini hanya terdapat di wilayah Wallacea alias tersebar di daerah Sulawesi, Maluku dan Nusa Tenggara. Tapi entah mengapa burung ini bisa nyasar ke pulau Serangan yang notabene bukan merupakan bagian dari wilayah Wallacea. Saat pengamatan kemarin kita menemukan kurang lebih empat ekor Perkutut loreng yang berada di sekitaran Pura. Beberapa analisa pun bermunculan dari kepala saya tentang keberadaan Perkutut Loreng di Pulau Serangan. Kemungkinan besar burung ini merupakan burung lepasan dari peliharaan masyarakat sekitar. Atau barang kali burung ini berhasil bermigrasi melewati beberapa pulau hingga sampai ke tempat ini dan akhirnya mereka berkembang biak di sini. Tapi kemungkinan ke 2 rasanya sangat kecil terjadi karena Perkutut bukan merupakan jenis burung migran. Yaaahhh jika memang analisa kita meleset berarti hanya satu kalimat yang bias menjawab semua pernyataan itu: “hu Allahhu a’lam”…., hanya Allah-lah yang tahu pasti apa yang sebenarnya terjadi. Hehehehe….

Mendung mulai bergalayut di langit Bali membawa semilir angin yang menghembuskan kesegaran setelah terik mentari memanggang kulit kami. Sebelum kami beranjak pulang, ku hirup dalam-dalam udara itu sekali lagi. Karena barang kali hanya ini yang kita rindukan…, melihat kalian hidup bebas di bumi ini.

Sampai jumpa lagi kawan….


the next generation.......

Thursday, August 12, 2010

Kedidir Belang Haemathopus longirostris: Tamu Istimewa Pulau Serangan


Nama Indonesia : Kedidir Belang

Nama Ilmiah : Haemathopus longirostris

Nama Inggris : Pied Oystercatcher

Tanggal Pengamatan : 31 Juli 2010

Lokasi Pengamatan : Pulau Serangan, Denpasar-Bali

Waktu Pengamatan : 08.00 – 12.00 Wita

Tipe Habitat : Mangroove dan daerah pesisir pantai

Cuaca : Cerah berangin

Peralatan Pengamatan :

  • Binokular Olympus 8 X 42, Field 6,50
  • Kamera Semipro Nikon P90
  • Field Guide: Burung-Burung di Sumatra, Jawa dan Kalimantan (Mackinnon dkk.) serta Burung-Burung di Kawasan Wallacea (Coates & Bishop).

Keterangan : Kepala, dada dan tubuh bagian atas berwarna hitam sedangkan tubuh bagian bawah berwarna putih. Ciri yang menonjol adalah iris mata, paruh dan kaki yang berwarna merah. Bentuk paruhnya yang panjang dan kokoh adalah merupakan adaptasi dari feeding behavior yaitu probing di daerah pesisir pantai. Disamping itu paruhnya juga digunakan untuk memecahkan makanannya yang kebanyakan berupa molusca bercangkang ganda seperti: kerang. Jenis spesies resident yang tersebar di Nusa Tenggara Timur, Maluku dan beberapa di sub kawasan Sulawesi. Sedikitnya informasi tentang spesies ini sehingga IUCN (International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources) memasukannya dalam kategori Least Concern (L.C.).

Klasifikasi : Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Class : Aves

Order : Charadriiformes

Family : Haematopodidae

Genus : Haematopus

Species : Haematopus longirostris

oleh: ANDRY KHUSNUL ICHSAN

Tuesday, August 3, 2010

PERGESERAN DAN KONSEKUENSI LOGIS DALAM KONTEKS KEILMUAN

(Versi Baluran Birding Competition 2010)


“I’m a little a alien…
I’m a little alien…
I’m an Englishman in New York”

Pelan-pelan syair itu berdengung berpantulan seperti gema dalam otak saya, yang konon katanya Albert Einstein Si Manusia Super Genius di seluruh jagad raya ini hanya menggunakan 1/3 bagian dari volume total otak yang sebenarnya. Coba kalo’ manusia bisa meng-Optimal-kan total volume otak yang dimilikinya…., maka tak khayal lagi jika manusia berdiri sebagai Sang Penguasa di ujung spektrum evolusi dunia. Layaknya pedang bermata dua yang terasah tajam. Bagaimana tidak, dengan Full Power Intelligence System, manusia berubah menjadi sosok yang serba canggih, namun di sisi lain manusia akan sangat rentan dan interdependen pada lingkungannya, benar bukan??! Hanya saja sekarang masalahnya: kita menyadari atau tidak. Karena dalam pikiran kita, boleh jadi kita berilusi ini dan itu. Tapi jujur harus saya katakan bahwa kenyataannya, semakin modern dan canggih kita berevolusi, maka semakin rentan dan rapuh pula tumpuan peradaban ini...[ ?!]

Eallaaaahh koq malah nggladrah kemana-mana....,

Tulisan ini sengaja saya mulai dengan penggalan lagu ”Englishman in New York”-nya Sting. Lagu yang mengisahkan tentang kesendirian dan keterasingan kaum minoritas. Sampai-sampai Si Sting menggambarkannya sebagai Alien dari Inggris yang tersesat di kota New York. Coba bayangin betapa ribetnya… wujudnya udah alien, dengan logat bahasa “Inggris-Kromo Inggil” yang kental, tersesat di kota terpadat di dunia (New York) yang penduduknya mayoritas memakai bahasa “Inggris-gaul” sebagai bahasa penghantar kesehariannya. Saya berfikir bener-bener sial nasib si Alien ini. Pasti alien ini bakal diketawa’in orang sepanjang jalanan kota New York. Ada yang bilang katrok-lah, ‘ndesit-lah, aneh-lah…, wuiiihh jan apes tenann!!!
By the way…, hal yang sama juga menghantui pikiran saya. Sebagai seorang Birdwatcher/pengamat burung, saya sering sekali merasa kesepian. To be honest…, susah sekali menemukan komunitas birdwatcher di negeri ini. Sering kali masyarakat awam “kurang” faham dengan hobi saya yang satu ini, Apa enaknya ‘ngamati burung, enakan juga ‘nembak burung. Oponi-opini seperti itu lah yang sering saya tangkap dari berbagai obrolan dengan masyarakat yang memang kebanyakan masih awam dengan segala hal yang berbau birdwatching.
Saya lebih sedih lagi jika mengingat pergeseran trend yang terjadi dalam ilmu per-Biologi-an saat ini. Dalam lima tahun terakhir, para Biolog lebih didominasi oleh mahasiswa BioTechno, baik itu BioMoluculer, BioSel atau bahkan ilmu terapan lainnya yang memang lagi ‘in saat ini; BioInformatika. Nah lho…, pertanyaannya pada kemana para Ornitholog, Herpetholog dan semua temen-temen Zoologi saya??
Mengingat fenomena yang terjadi belakangan ini, sudah selayaknya tanda tanya besar patut kita sematkan.

Ada apa gerangan?

Apakah minat para mahasiswa Zoologi semakin luntur gara-gara musti harus berkali-kali keluar masuk hutan kaya’ orang ilang? Atau malahan mahasiswa-mahasiswi sekarang lebih senang duduk manis di dalam laboratorium ber-AC dengan berbalut jas lab dan masker penutup hidung yang selalu berbau harum? Jika alasan di atas menjadi pembenaran tentang pergeseran trend yang terjadi saat ini, maka akan sangat disayangkan sekali.
Saya sempat mendiskusikan fenomena pergeseran trend ini dengan beberapa teman. Salah satunya dengan Kang Bas, dosen Biologi Universitas Diponegoro. Kata beliau, fenomena ini adalah suatu kewajaran. Pasang surut trend dalam Ilmu Biologi sering kali terjadi. Tapi kalo’ dipikir-pikir memang bener juga sich…

Mari kita kupas satu per satu secara pelan dan mendalam...

Berawal dari terbitnya The Origin of Species pada tahun 1859 oleh Charles Darwin, Evolusionisme yang menjalar menjadi bahan pemikiran secara meluas. Meskipun Darwin bukanlah orang pertama yang memandang penciptaan species-species baru secara evolusioner, tetapi dialah yang pertama memberikan eksplanasi secara mendalam mengenai bagaimana evolusi itu terjadi. Lewat pendekatan morfologi dan studi penggunaan habitat, evolusionisme memberikan landasan kuat bagi terbentuknya berbagai paradigma dalam ilmu Biologi. Evolusi kemudian menjadi bahan pemikiran para ahli biologi karena dalam ‘seleksi alam’nya Darwin memberikan banyak informasi mengenai isu biologi yang membuka pintu pengetahuan baru dalam disiplin ilmu tersebut. Lihat saja ilmu Morfologi dan Taksonomi yang kemudian seiring berjalannya waktu berkembang menjadi ilmu anatomi. Tak pelak lagi ilmu ini lah yang nantinya menjadi cikal bakal lahirnya ilmu Biologi Modern seperti biologi sel yang di pelopori oleh Luis Pasteur, lalu berkembang lagi menjadi biologi kultur jaringan, biotechnologi dan yang terakhir bioinformatika. Pemikiran-pemikiran tersebut terus berkembang dan bercabang. Bahkan beberapa ahli biologi yang juga mempelajari bidang sosial sering menganalogikan evolusi sosial seperti pada evolusi biologi. Sebagai salah satu contohnya adalah Herbert Spencer seorang ahli biologi yang menganalogikan Kekerabatan dan organisasi sosial dengan reproduksi. Ekonomi lokal dianalogikan dengan sistem pencernaan. Religi dengan sirkulasi darah, Politik lokal dianalogkan dengan sistem syaraf dan masih banyak lagi. Hal serupa tentu saja juga mempengaruhi kecenderungan minat para Scientist. Saat ini bisa dikatakan “Permintaan Pasar” terhadap ilmu Biologi terapan sangatlah tinggi. Sehingga tidak lah heran jika mahasiswa-mahasiswi Biologi sekarang banyak beralih ke cabang ilmu tersebut. Analoginya dalam semua hubungan, kita bisa saja menemukan 1001 alasan yang kita anggap sebagai penyebab terjadinya sebuah perubahan. Namun saya percaya, penyebab yang paling mendasar selalu sederhana dan alami: memang sudah waktunya. Hehehehee... Hidup ini kan dinamis, begitu pula pergeseran dalam konteks keilmuan. Hanya saja bungkus dan cara ber-prosesnya bermacam-macam. Tentu dalam prosesnya kita sering kali berontak, protes, menyalahkan ini-itu, dan seterusnya. Namun hanya dengan terus berproses dalam aliran kehidupan, kita baru menyadari hikmah yang ada di baliknya, betul tidak…?!
Lambat laun fikiran saya terlempar ke event akbar Baluran Birding Competition 2010 yang baru selesai kami ikuti. Agenda ini sesungguhnya bukan hal baru bagi para birdwatcher. Lomba pengamatan burung seperti ini lazim diadakan di daerah-daerah lain. Hanya saja event ini terasa special (ga’ pake telor ya...) karena T.N. Baluran baru pertama kali mengadakan acara seperti ini. Disamping namanya yang kesohor sebagai salah satu taman nasional tertua di Indonesia, T.N. Baluran juga memiliki satwa endemik yaitu Banteng (Bos sondaicus). Hal ini lah yang menjadi salah satu daya pikat bagi para peserta untuk datang mengikuti perhelatan Baluran Birding Competition 2010. Pelopor pendiri T.N. Baluran sebenarnya adalah AH. Loedeboer seorang warga berkebangsaan Belanda, yang kemudian pada tahun 1930 oleh KW. Dammerman-Direktur Kebun Raya Bogor saat itu, diusulkan menjadi hutan lindung. Seiring berjalannya waktu, akhirnya tanggal 6 Maret 1980 bertepatan dengan hari Strategi Pelestarian se-Dunia, Baluran yang saat itu berstatus sebagai Suaka Margasatwa oleh menteri Pertanian disah kan menjadi Taman Nasional.
Sadar atau tidak, momentum Baluran Birding Competition 2010 kemaren telah mementahkan berbagai gundah yang berkecamuk dalam otak saya. Ajang yang mengambil tema: Mendorong dan Mengembangkan Konservasi Burung , Menuju Kepada Konservasi Nasional tersebut menjadi pembuktian bahwa Zoologi yang dikatakan sebagai ilmu Biologi Classic ternyata masih tetap mendapat sambutan hangat dari masyarakat. Tercatat 62 tim (setiap tim beranggotakan tiga orang) plus 8 peserta kategori Expert ikut berpartisipasi dalam event Baluran Birding Competition 2010, bahkan ada dua peserta yang berasal dari negara Swiss. Jika dikakulasi dalam skala lebih luas maka kurang lebih 194 orang peserta yang ikut ambil bagian dalam event tersebut. Woooww…, benar-benar jumlah yang Funtastis, Boombastis dan Spectakular!!! Bahkan tidak terlalu berlebihan kiranya jika acara ini disebut sebagai ajang reuni-an atau Jambore-nya para birdwatcher Indonesia. Bayangkan saja, mulai dari ujung timur; Univeritas Andalas, Universitas Indonesia, Universitas Diponegoro, Universitas Semarang, Universitas Gadjah Mada, Universitas Erlangga, Universitas Malang, Universitas Brawijaya, Universitas Jember, (lalu meloncat ke pulau selanjutnya karena Bali yang biasanya diwakili Universitas Udayana kebetulan absen dalam acara kemaren), Universitas Mataram, sampai dengan peserta dari ujung timur Indonesia yang diwakili temen-temen FreePort-Papua. Belum lagi perwakilan dari NGO (Non Government Organization) seperti Kutilang Indonesia, Kokokan-Bali, Bionic, SBC (Semarang Bird Community) dan ditambah lagi kawan-kawan dari Balai KSDA (Konservasi Sumber Daya Alam). Semunya tumplek blekk, lebur menjadi satu.
Dari kompetisi kemaren akhirnya tim Volunteir dari Taman Nasional Bali Barat berhasil menyandang predikat juara pertama untuk kategori Beginner/ber-regu, lalu disusul Tim Al Soneta dari Jogja dan tim dari Universitas Semarang (maaf kalo’ yang ini saya lupa nama timnya karena saking banyaknya peserta. hehehehe…).Sedangkan untuk kategori Expert/perorangan berhasil dimenangkan oleh Heru Cahyono dari Universitas Malang sedangkan peringkat ke dua serta ke tiga diraih oleh K. Wahyudi dari Taman Nasional Bali Barat dan Dimas H. Pradana dari Universitas Indonesia. Kategori lainnya yang tak kalah bergengsi adalah kategori Tim Favorit yang kali ini dimenangkan oleh -Jogja. Sekedar catatan tambahan: semua anggota Tim Schedulsen ini masih bersatatus pelajar SLTP. (kereenn…, saludos!!!)
Terus terang hati saya saya sangat senang saat melihat juara-juara baru bermunculan. Ini semakin meneguhkan keyakinan saya bahwa kader-kader birdwatcher Indonesia ternyata masih ada. Dan yang paling penting, saya semakin mempunyai banyak kawan sesama peng-hobi birdwatching. Walaupun kami dari tim Kokokan gagal membawa pulang gelar juara dalam perhelatan akbar ini, tapi kami tidak patah arang. Tahun depan kami bertekad untuk kembali ke Baluran dan pantang pulang dengan tangan hampa. Huahahhahahhaaa….!!! (ketawa licik sambil berkacak pinggang).
Buat saya pribadi, essential point dari semua ini bukan lah persaingan perebuatan gelar juara yang prestigious, berlomba untuk menjadi terbaik dari yang terbaik, melainkan moment emas ketika saya berjumpa dengan teman-teman lama yang selama ini selalu saya rindukan. Memulai lagi networking dan silaturahim yang sekian lama telah terputus. Terlebih lagi saya merasa menemukan rumah saya kembali. Tempat saya singgah walau hanya untuk berteduh dan menyeka keringat. Dan yang paling penting, saya sekarang tidak merasa kesepian lagi.
Akhirnya..., saya tidak mau ambil pusing lagi tentang spekulasi skenario pergeseran trend dan konsekuensi logis dari sebuah konteks keilmuan. Karena hal itu memang tidak sanggup saya kendalikan. Lalu untuk apa saya membuang waktu? Kadang-kadang, kita terus larut memikirkan orang lain dan situasi yang tidak bisa kita kendalikan, dan lagi-lagi, melupakan kendali yang paling riil dan bisa kita pakai segera;
kendali pada diri kita sendiri.
Sejenak, lupakan segudang teori dan paradigma sampah yang membungkus otak kita, lupakan dari diplin ilmu mana kita berasal (karena faktanya semua ilmu mempunyai keterkaitan yang erat antara satu dengan yang lainnya), lupakan para BioTechno, BioMoleculer, BioKultur, BioSel dan Bio-bio lainnya yang sibuk mencari pengakuan betapa hebatnya ilmu yang mereka miliki, atau lupakan pemerintah-plat merah yang selalu mengaku nomer satu dan tanggap terhadap bahaya yang mengancam bumi ini, lupakan siapa pun yang ada di luar diri Anda. Termasuk saya. Sekarang, mari bertanya: siapa Anda? Apa yang Anda bisa lakukan? Menurut saya, dua pertanyaan itulah yang paling berarti. Dan sisanya fana...

Saya masih percaya, alam punya inteligensi luar biasa
yang mampu memahami niat dan isi hati kita tanpa batasan bahasa dan cara.
Maukah kita mencoba, bukan hanya dengan lantunan doa yang diucap
untuk kelangsungan kehidupan jutaan biodeversitas di Indonesia,
melainkan dengan gerakan nyata dari diri kita sendiri.
Lakukan apa saja yang kita bisa untuk menyelamatkan mereka, karena kalo bukan kita siapa lagi??


= Viva Birdwatcher Indonesia =


(red: oleh-oleh Andry Khusnul Ichsan dari Lomba Pengamatan Burung mBaluran,.........terus semangat bro, lanjutken perjuangan.......... biggrin)

Sunday, August 1, 2010

DISTRIBUSI DAN AKTIVITAS ELANG BRONTOK ANAK JENIS NUSA TENGGARA (Spizaetus cirrhatus floris Hartert, 1898) DI TAMAN NASIONAL GUNUNG RINJANI LOMBOK

skripsi untuk memenuhi tugas akhir mencapai derajat Sarjana S-1
Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana, Bali 2004
oleh: Ni Nyoman Sumarlita, S.Si

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi dan aktivitas Elang Brontok anak jenis Nusa Tenggara (Spizaetus cirrhatus floris Hartert 1898) di Taman Nasional Gunung Rinjani, Lombok, Nusa Tenggara Barat. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 24 – 28 Januari 2003, 24 – 28 Juni 2003 dan tanggal 17 – 29 Oktober 2003. Materi yang diamati adalah Elang Brontok anak jenis Nusa Tenggara di Taman Nasional Gunung Rinjani. Metode yang digunakan untuk mengetahui distribusi adalah metode survey lapangan, pengamatan langsung dan wawancara semi terstruktur. Sedangkan untuk mengetahui aktivitas dengan menggunakan metode Ad Libitum Sampling dan Scan Sampling.

Hasil penelitian menunjukkan penyebaran Elang Brontok anak jenis Nusa Tenggara di Taman Nasional Gunung Rinjani terdapat pada 4 lokasi yaitu Desa Senaru, Bukit Pusuk Sembalun, Desa Sapit dan Desa Kembang Kuning. Elang Brontok anak jenis Nusa Tenggara juga ditemukan di kawasan Hutan Lindung yaitu di Desa Sesaot dan Desa Pusuk Batu Layar. Perjumpaan dengan Elang Brontok anak jenis Nusa Tenggara paling banyak ditemukan di kawasan hutan sekunder dengan tutupan hutan 51 – 75% dan hutan terfragmen dengan tutupan hutan 26 – 50%. Elang Brontok anak jenis Nusa Tenggara juga dijumpai di kawasan perkebunan dan kawasan hutan primer. Elang Brontok anak jenis Nusa Tenggara tidak dijumpai di hutan savana. Aktivitas yang dijumpai yaitu soaring, display atau undulating, melayang (gliding), terbang berpasangan dan bertengger (perching). Selama penelitian ditemukan jenis lain yaitu Elang Bondol (Haliastur indus), Elang Bonelli (Hieriaaetus fasciatus), Elang Perut Karat (Hieriaaetus kienerii), Elang Ular Jari Pendek (Circaetus gallicus), Alap-alap Sapi (Falco moluccensis), Alap-alap Kawah (Falco peregrinus), Alap-alap Cina (Accipiter soloensis), Alap-alap (Accipiter spp.), Sikep Madu Asia (Pernis ptilorhynchus) dan Elang Buteo (Buteo buteo).

Kata kunci: penyebaran, soaring, display atau undulating, gliding, terbang berpasangan dan perching


download (pdf 1,84 Mb)
............matursuksma untuk ibunya gek Ani, atas ijin berbaginya...........

Sebagai catatan bahwa, Elang Brontok anak jenis Nusa Tenggara (Spizaetus cirrhatus floris Hartert, 1898) pada tahun 2004 diusulkan untuk menjadi jenis tersendiri yaitu Spizaetus floris atau Elang Flores/Flores Hawk-eagle. "Monggo" silahkan disimak dipaper ini, The Taxonomic Status of Flores Hawk Eagle Spizaetus floris dari majalah Forktail (sumber paper : http://www.orientalbirdclub.org).

Link ini juga bisa dijadikan bahan untuk kawan-kawan yang pingin tahu mengenai elang, terutama keluarga Brontok. Dari e-Magazine kawan-kawan Jogja: Raptorian.
Matursuwun mas Okie, mas Gunawan n mas Asman..........kita semua nunggu serial lanjutnya.......